Sabtu, 26 November 2011

Remisi Bagi Para Koruptor


Jika kita mengulas mengenai soal uang, siapa yang tidak membutuhkan uang? Iya, semua orang tentu membutuhkan uang untuk kebutuhan baik kebutuhan sandang, papan maupun pangan karena yang kita tahu apa-apa semua serba mahal, bahkan untuk sesuap nasipun membutuhkan uang. namun seyogyanya uang yang kita dapatkan harusnya dengan cara yang halal bukan dengan cara yang keji dan kotor.

Korupsi telah mendarah daging di tanah pertiwi Indonesia, uang maupun aset-aset berharga yang seharusnya milik negara telah digerogoti oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Siapakah yang telah menggorogitnya ya mereka adalah PARA KORUPTOR. Aktor intelektual yang kita pilih dari rakyat untuk rakyat dan hanya untuk rakyat yang seharusnya bisa membangun kokoh Indonesia ini, namun bukannya membangun lebih baik tetapi mencoreng negaranya sendiri.

Lihatlah para koruptor dibawah ini, mereka berkecukupan dan diatas rata-rata keluar masuk menggunakan mobil mewah, tinggal diatap elite bahkan apa yang dikenakan mungkin buatan luar negeri. tetapi kenapa masih saja terlintas di otak mereka melakukan korupsi ? ya karena apa apa semua membutuhkan uang namun yang miskin makin miskin yang kaya makin kaya.

Terlintas di benak saya, apakah pantas seorang koruptor mendapat remisi selama masa tahanan ? menurut hemat saya, remisi atau pengurangan hukuman seharusnya dihapuskan dan ditiadakan untuk para koruptor, tidak ada kewajiban mendapatkam remisi. Koruptor tidaklah sama dengan para terpidana kejahatan kriminal biasa. Korupsi adalah kejahatan kriminal luar biasa (extraordinary crime), bahkan, United Nations Convention Agaisnt Corruption (UNCAC) mengklasifikasikan korupsi sebagai kejahatan hak asasi manusia (human rights crime) dan kejahatan kemanusiaan (crime against humanity).


Pada kasus tindak pidana biasa, yang dirugikan hanya satu individu saja. Namun, korupsi memiliki dampak merugikan dalam skala yang sangat luas. Sehingga, cara-cara yang luar biasa patut diterapkan kepada koruptor. Salah satu bentuknya adalah dengan menghapus remisi bagi koruptor.
Koruptor harusnya diberi hukuman maksimal, tanpa remisi. Mereka sudah mengeruk uang negara yang menimbulkan kerugian bagi jutaan rakyat sehingga tidak pantas mendapat keistimewaan. Justru koruptor harusnya dimiskinkan. Tercatat, ada 235 koruptor yang menikmati remisi pada hari Lebaran  Agustus kemaren, 8 diantaranya langsung bebas. Sebelumnya, ditengah hingar bingar slogan merdeka dari korupsi pada peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-66, pemerintah juga memberikan remisi terhadap koruptor. Sebanyak 419 koruptor menikmati remisi tersebut, bahkan 21 diantaranya langsung bebas. Termasuk yang menikmati remisi tahun ini adalah mantan Jaksa, Urip Tri Gunawan. Sebelumnya disebut-sebut Gayus Tambunan juga akan mendapatkan remisi, tapi akhirnya dibatalkan. Diberbagai daerah, remisi diobral ke mantan Kepala Daerah dan elit politik daerah yang terlibat korupsi, seperti mantan Bupati Sleman 


Kebijakan remisi tersebut semakin membuat publik ragu akan niat pemerintah untuk membumihanguskan koruptor. Bagaimana tidak, disatu sisi Presiden SBY selalu berpidato akan memimpin pemberantasan korupsi dan bertindak tegas terhadap koruptor. Sementara disisi lain, Menteri Hukum dan HAM, selalu mengobral remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor. Bagi rakyat banyak, kebijakan tersebut jelas melukai rasa keadilan.

Alasan yang selalu digunakan pemerintah untuk pemberian remisi ini sangatlah naif. Pemerintah selalu bersembunyi dibalik aturan hukum positif. Bahwa peraturan perundang-undanan tidak melarang pemberian remisi bagi koruptor. Memang benar bahwa UU mengizinkan pemberian remisi bagi narapidana sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pasal 14 UU ini menyebutkan salah satu hak terpidana adalah mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi). Teknisnya, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.

Secara umum, remisi tersebut diberikan berdasarkan dua syarat, yakni berkelakuan baik selama di penjara dan telah menjalani hukuman minimal selama enam bulan. Namun, terkhusus bagi terpidana korupsi, berlaku ketentuan khusus. Pasal 34 ayat 3 PP 28/2006 mengatur bahwa remisi baru dapat diberikan setelah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa hukuman pidana. Ketentuan ini juga berlaku untuk terpidana kasus terorisme, narkotika, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya.



Rabu, 26 Oktober 2011

Tulisan Pertama

hahha, ini blog pertama gw . kalo dibilang cukup NORAK hari gini baru punya blog tapi gpplah daripada gak punya, sebelumnya udah punya tapi gak pernah disentuh sama sekali .. hari ini gw seharian di MCD browsing mengenai hak tanggungan, jujur bgd Bodoh bgd ya gw materi semester 2 bisa gw lupain.. hha tapi ada bermanfaat juga bisa flashback materi kuliah dulu ..
ni dya 4 jam bersama mereka